Batasi Nelayan Kecil, GNPI Sebut Kebijakan PIT “Abu-Abu”?

BITUNG, BERITA ONLINE LOKAL – Gerakan Nelayan Perkasa Indonesia (GNPI) menyoroti kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT).

Menurut Ketua Umum GNPI, Julius Rolly Hengkengbala, kebijakan tersebut berimbas pada nelayan kecil, dimana hal tersebut berdampak pada ruang gerak pada nelayan yang bakal mengakibatkan pada tangkap nelayan.

Selain itu, kata pria yang kerap mengkritisi kebijakan di dunia perikanan menegaskan, kebijakan PIT bersumber dari penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023.

Salah satu poin penting dari kebijakan itu, kata Hengkengbala terkait dengan pembatasan wilayah penangkapan ikan berdasarkan zonasi yang dibuat KKP.

“Pada prinsipnya sesuai dengan praktik dilapangan pembatasan inilah yang membuat sulit nelayan kecil di Bitung. Seperti contoh konkrit, kami di Kota Bitung berada di antara dua zona, zona 2 dan zona 3. Zona 2 itu mencakup WPP (Wilayah Pengolahan Perikanan) 716 dan 717, dan zona 3 meliputi WPP 715, 718 dan 714. Nah, karena ada kebijakan PIT ini, kami dibatasi hanya bisa melaut di satu zona saja. Ini jelas merugikan karena membatasi wilayah penangkapan kami,” tegasnya kepada sejumlah awak media, Selasa (18/3/2025).

Harusnya lanjut dia, karena berada di antara dua zona KKP tidak membatasi ruang gerak nelayan di Bitung. KKP sejatinya membebaskan nelayan untuk melaut di dua zona sebagaimana posisi geografis daerah ini, yang memang terletak di antara zona 2 dan zona 3. “Ini kan ironis, kami orang Indonesia tapi untuk melaut di perairan Indonesia kami harus dibatasi,” katanya.

Lebih lanjut, Rolly mengaku sudah menempuh berbagai upaya dalam memperjuangkan penyesuaian terhadap kebijakan di atas. Salah satunya adalah dengan mendorong Pemkot Bitung untuk meneruskan aspirasi para nelayan ke KKP. Ia percaya dukungan Pemkot Bitung sangat penting dan bisa mempengaruhi kebijakan KKP.

“Apalagi Pak Walikota dan Wakil Walikota saat ini orang perikanan. Beliau berdua pelaku usaha perikanan, jadi sudah pasti memahami kondisi yang dialami para nelayan,” tukasnya.

Sekedar diketahui, zona 01 WPPNRI 711 (perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara); zona 02, meliputi WPPNRI 716 di perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera), WPPNRI 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik), dan Laut Lepas Samudera Pasifik.

Sedangkan zona 03, meliputi WPPNRI 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau), WPPNRI 718 (perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur), dan WPPNRI 714 (perairan Teluk Tolo dan Laut Banda). Untuk wilayah Maluku Utara masuk dalam dua zona yakni zona II dan Zona III di WPP 715 dan 716.

Aturan itu juga memuat tentang kuota penangkapan ikan di zona PIT. Kuota dihitung berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.

Adapun kuota penangkapan ikan di zona PIT dibagi menjadi tiga. Ketiganya adalah kuota untuk industri, nelayan lokal, dan kuota kegiatan bukan untuk tujuan komersial.