BERITA ONLINE LOKAL, BITUNG – Dinas Kesehatan Kota Bitung terus mengupayakan menekan angka stunting atau hal yang menghambat pertumbuhan anak, sehingga dapat terus menurun setiap tahunnya dan terus jadi perhatian pihaknya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bitung dr. Pitter Lumingkewas menjelaskan, bahwa kasus stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi kurang yang salah satunya dapat mengakibatkan gagal tumbuh pada balita sehingga anak terlalu pendek untuk usianya, kurus, daya tahan tubuh rendah dan susah menyerap ilmu di sekolah saat dewasa nanti.
“Masa- masa anak terkena stunting ini sejak 270 hari dalam kandungan hingga 730 hari sejak lahir atau umur dua tahun,” ucapnya saat bersua dengan awak media, Rabu (19/9/2021).
Adapun data stunting kata Pitter, berdasarkan perkembangan pada 2021 per Februari, terdapat 202 balita. “Kasus stunting tertinggi terdapat di Kelurahan Pateten Satu sebanyak 24, kemudian Kelurahan Tendeki 17 Balita dan Kelurahan Pateten Dua 15 Balita. Upaya dalam menekan angka stunting ini terus kami lakukan dengan berbagai program,” ungkapnya.
Menurut Pitter, untuk mencapai keterpaduan tersebut, diperlukan penyelarasan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian multi lintas sektor dan program serta di semua tingkatan pemerintah dan masyarakat.
“Tentunya para camat bisa lebih serius dan peduli kepada daerah ataupun wilayahnya dalam menangani angka stunting ini, karena bagaimanapun camat ini adalah ujung tombak kepemimpinan di suatu wilayah,” katanya.
Tidak hanya para camat, lanjut Pitter, melainkan perangkat di bawahnya seperti kepala lingkungan dan RT untuk bisa memantau dan mensosialisasikan pentingnya asupan gizi yang baik untuk ibu hamil atau anak balita dalam menekan angka stunting sedini mungkin. “Karena mereka berada pada lingkup masyarakat yang kecil,” ujarnya.
Pitter berharap, dengan hasil Indentifikasi permasalahan, dimana belum semua kelurahan memahami kegiatan prioritas untuk menanggulangi stunting di wilayahnya, maka perlu diatasi secara bersama-sama melalui intervensi gizi spesifik dan intervesi gizi sensitive.
“Intervensi spesifik kalau gampangnya itu yang ada di dalam orangnya jadi yang kita modif itu ibunya atau bayinya. Tetapi kalau intervensi sensitive yang berada di luar dari orangnya tersebut atau penunjang orangnya, manakala tidak tersedianya jamban di rumah maka anak atau ibunya mudah diare dan penyakit lainnya,” tukasnya.
Sementara itu, salah satu pemerhati masyarakat Muzaqir Boven mengungkapkan bahwa angka kasus stunting di Kota Bitung naik dibanding sebelumnya, Tahun 2020 per bulan Agustus sebanyak 128 balita.
“Hal ini membuktikan pemerintahan sebelumnya terkesan cuek, tidak ada perhatian ataupun pengecekan langsung ke lapangan,” ucapnya.
Boven menyatakan siap mensuport pemerintahan baru yang dinahkodai Wali Kota Bitung dan Wakil Walikota Bitung, Maurits Mantiri-Hengky Honandar untuk bisa menekan angka tersebut.
“Saya yakin dibawah kepemimpinan MM-HH ditunjang dengan Kepala Dinas Kesehatan dr. Pitter sang pemikir dan sang pencetus ide brilian serta punya pengalaman memimpin RSUD Manembo-nembo, Pemkot Bitung bisa menekan angka stunting ini,” cetusnya.