Peliput: Ronni Assa
BERITA ONLINE LOKAL, MINUT– Dugaan pemotongan gaji perangkat Desa Nain Satu Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara kembali mencuat gara-gara Hukum Tua Masye Soeroegalang mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan beberapa perangkat memberi keterangan palsu.
Padahal untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pemerintah pusat memandang perlu memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa (Kades), Sekretaris Desa (Sekdes), dan Perangkat Desa lainnya melalui penyesuaian penghasilan tetap (Siltap) Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya.
Atas pertimbangan tersebut, pemerintah pusat memandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dan pada 28 Februari 2019 lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ( PP Nomor 11 Tahun 2019).
Ketua Komisi satu Edwin Nelwan menyatakan bahwa, sudah jelas sekali bahwa hukum tua Masye Soeroegalang sudah menyalagunakan wewenang. “Pemotongan Siltap Perangkat desa itu menyalahi aturan. Sekalipun ada kesepakatan seluruh perangkat, itu tidak dibenarkan pembayaran siltap perangkat desa terjadi ada pemotongan, sebab ada aturannya, ada PP 11 2019 yang mengatur dimana aturan pembayaran siltap pengkat desa tidak bisa di musyawarahkan,” ujar Nelwan.
Sementara itu, Victor Dalantang lewat WahtsApp menyatakan atas tudingan yang disampaikan oleh Hukum tua Masye Soeroegalang dalam peberitaan meyebutkan bahwa saya Victor Dalantang tidak berdomisili di Desa Nain Satu, itu sepenuhnya tidak benar. “Karena sejak lahir sampai usia sekarang saya berdomisili di desa nain satu dan tdak pernah pindah ke daerah manapun dibuktikan dengan KTP Nain Satu dan saya ini merupakan orang Nain asli. Pemutarbalikan fakta yg dilakukan oleh Masye Soeroegalang semata-mata hanya alasan yang terbukti sangat tidak benar,” kata Vicktor
Bahkan ia menyebut bahwa Lanjut sebenarnya Hukum Tua Masye bukan orang Nain tapi orang Kayuwatu, begitu juga Bendaharanya yg merupakan keponakan Masye Yang diangkat olehnya untuk mengatur keuangan adalah warga Sitaro dan hingga saat ini KTP nya masih Sitaro.
“Jadi tudingan Masye soal domisili malah berbalik tajam menghantam dirinya dan bendahara yang tidak lain adalah keponakannya. Kedua tudingan tentang membawa Miras Di Pos sama sekali tidak benar karena tidak bisa dibuktikan, selain itu malahan Masye mengangkat beberapa perangkat desa yang mempunyai catatan tidak baik yaitu sering mabuk-mabukan dan menimbulkan keributan didesa. selain itu perangkat yang baru diangkatnya tidak memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai ijazah, jika ia mengatakan karena keadaan atau sedikitnya masyarakat yang berijazah itu tidak benar karena jika ditelusuri dengan baik banyak masyarakat yang berpotensi menjadi perangkat desa yaitu memiliki ijazah dan memenuhi syarat. Persetujuan dengan perangkat desa untuk memotong 40 persen dari siltabnya adalah didasari ancaman dari Masye, ia mengatakan, sapa nimau mo potong depe siltab, mo kase berenti. jadi ngoni pilihjo mopotong gaji ato mo seberenti,”jelas Dalantang.