BERITA ONLINE LOKAL, BITUNG – Viralnya pemberitaan soal pemanggilan Ketua DPK Partai Keadilan dan Persatuan Kota Bitung Nabsar Badoa oleh Kejaksaan Negeri terkait dugaan penyalahgunaan bantuan pabrik es di kelurahan Batu Putih tahun 2005 dari Kementerian Peeindustrian RI semakin menarik untuk diikuti.
Menyoal dugaan keterlibatan Nabsar yang juga anggota DPRD Bitung ini, ikut menjadi sorotan publik. Alhasil, sejumlah elemen mulai dari aktivis, praktisi hukum bahkan pengamat politik pun angkat bicara mengenai pandangan dan dampak pasca pemeriksaan Nabsar, baik secara hukum hingga dari sisi politik kedepan.
Sebelumnya, sejumlah aktivis diantaranya Ketua Umum Ikatan Muda Mahasiswa (IMM) Kota Bitung Arham Lakue, Ketua Sulut Corruption Watch (SCW) Novie Ngangi, praktisi hukum Jekson Wenas bahkan masyarakat berbondong-berbondong memberikan pendapat bahkan mendorong Korps Adhyaksa Bitung untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Kali ini, salah satu pengamat politik muda Novianto Topit ikut memberikan pandangan dari sisi politis terkait apa dampak pasca pemeriksaan Nabsar yang diduga terlibat dalam sejumlah fasilitas bantuan pabrik es.
“Bukan tidak mungkin elektabiltas PKP bakal merosot. Nah, hal ini seharusnya disikapi oleh para petinggi partai, harus punya marwah mengambil sikap tegas bagi kader yang terlibat kasus guna menjaga kehormatan partainya di hadapan masyarakat,” ucapnya, Jumat (28/1/2021).
Menurutnya, kader yang terlibat kasus hukum seharusnya dinonaktifkan dari jabatannya. “Penonaktifan bukan dimaksudkan menghakimi yang masih berstatus praduga. Dinonaktifkannya memiliki maksud untuk memperlancar kegiatan kerja, baik di partai maupun di parlemen. Selain itu, agar bisa konsentrasi menyelesaikan kasus yang menyeretnya,” tuturnya.
Jika dalam proses hukum, lanjutnya, tidak terbukti melakukan tindakan seperti yang dituduhkan, maka yang bersangkutan bisa kembali diaktifkan. “Begitupun jika bersalah, dimana telah ada aturan jelas, yakni berujung pemecatan,” ujar Novri.
Ia khawatir, bahwa yang tersangkut masalah hukum akan menimbulkan pretensi negatif. “Semua ini demi citra di hadapan masyarakat. Partai harus me-recal ataupun mengevaluasi hal ini karena jika tidak ada tindakan tegas, pastinya akan berdampak kedepan. Apalagi PKP dikenal sebagai partai yang mempunyai kader-kader berintegritas,” bebernya.
Novri pun mendorong agar PKP menempatkan kader-kader berintegritas di posisi atau jabatan yang strategis dan penting. “Kader-kader yang ditempatkan di posisi strategis juga mesti memiliki kemampuan menahan diri agar tidak terjerat kasus hukum. Ini mesti diperhatikan agar PKP dapat menjaga citra dan sentimen publik, sehingga tetap harum di mata masyarakat sebagai pengawal dan pelindung demi kesejahteraan masyarakat,” tukasnya.
Novri juga menyayangkan, jika PKP yang dulunya PKPI di Kota Bitung yang selalu menjadi langganan untuk kursi pimpinan di DPRD Bitung, bisa saja kedepannya harus gigit jari dengan adanya permasalahan ini.
“Kita dari dulu sudah perhatikan tetap elektabilitas partainya stabil tapi sangat disayangkan saat ini. Dengan adanya pemeriksaan oleh Kejaksaan terhadap kadernya yang notabene mempunyai jabatan Ketua, ini sangat sensitif sekali bahkan berpotensi akan menurunkan elektabilitaa partai. Nah kembali lagi, ini yang harus secepatnya disikapi oleh petinggi partai bagaimana mengambil langkah cepat. Intinya PKP dapat menjaga citra dan sentimen publik,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) PKP Sulut, Ronald Pauner, menyatakan pihaknya tetap berpegang pada asas praduga tidak bersalah.
“Maka setiap kader partai yang baru disangka atau diduga melakukan kesalahan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini juga saya sudah sampaikan ke DPN PKP,” ucap kepada awak media saat dikonfirmasi via seluler nomor 08124192xxxx.
Diminta tanggapannya terkait apa ada upaya atau langkah cepat dan tegas yang dilakukan seperti penonaktifan sementara untuk menjaga citra partai serta elektabilitas partai di Kota Bitung, Ronald dengan lantang menyatakan bahwa tidak ada penonaktifan tersebut.
“Tidak ada cerita penonaktifan karena belum ada putusan inkrah yang menyatakan bersalah. Nah, terkait dengan elektabilitas partai itu mungkin dari person saja. Kalau elektabilitasnya dilihat bagaimana PKP di Bitung, jadi kalau berbicara mengenai hal itu mungkin lebih cocok kepada Pak Nabsar dan teman-teman pengurus di Bitung. Kami hanya mengevaluasi,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, <span;>adapun pemanggilan Nabsar yang juga anggota DPRD Bitung melalui surat Nomor: B-01/ P.1.14/ Fd.1/ 12/ 2022 tanggal 04 Januari 2022, karena diduga punya keterlibatan terkait alat/mesin produksi pabrik es yang diakuisi atau dialihkan kepadanya sejak tahun 2010.
Hal ini pun diakui Nabsar kepada awak media usai memberikan keterangan di Kantor Kejaksaan Negeri Bitung, Jumat (7/1/2022) lalu.
“Pada tahun 2010 saya diminta untuk mengelola mesin es batu dan cold storage, untuk mesin es balok pun sudah rusak dan sudah tidak bisa diperbaiki. Tapi mini cold storage sampai sekarang masih jalan dan saya gunakan pribadi bukan di pabrik,” bebernya.
Sementara itu, diduga bantuan tersebut, diserahkan kepada salah satu kelompok yang notabene bukan bagian dari masyarakat Kelurahan Batu Putih serta peruntukannya bagi masyarakat nelayan.
Dari informasi sekitar tahun 2010, bantuan tersebut oleh pihak pertama, yang disinyalir bernama Christiano Kansil menyerahkan kepada pihak kedua atas nama Nabsar Badoa untuk melanjutkan operasional bantuan pabrik es tersebut.
Yang anehnya, kelanjutan operasional bukan di lokasi pabrik es sebagaimana ditetapkan untuk masyarakat Batu Putih, malah diduga mendarat ke kelurahan Madidir yang merupakan rumah dari Nabsar.
Tak hanya dua fasilitas penunjang bantuan pabrik es yakni mesin es dan mini coldstorage, dari penelusuran awak media juga terungkap fasilitas penunjang lainnya diduga sudah berpindah tangan diantaranya genset berukuran besar, alat cetakan es serta alat lainnya yang kini hanya menyisakan bangunan pabrik dengan kondisi memprihatinkan.