Kepala BKN, Prof. Zudan : Kepala Daerah Jangan Terapkan Praktik Balas Budi-Balas Dendam

BITUNG, BERITA ONLINE LOKAL – Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH, mengingatkan adanya potensi “tsunami politik” dalam bentuk pergantian pejabat daerah yang dilakukan secara tidak adil atau semena-mena, pasca pelantikan kepala daerah. Praktik balas budi dan balas dendam dalam promosi, demosi dan mutasi harus bersama sama di antisipasi.

Prof Zudan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum KORPRI, menegaskan jangan ada dinamika politik yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan daerah. “Pemerintahan daerah harus tetap berjalan dengan baik dan tidak gaduh. Oleh karena itu, setiap kepala daerah wajib mematuhi aturan yang berlaku dalam pengangkatan, pemberhentian, demosi dan mutasi pegawai berdasarkan asas kepegawaian yang benar dan adil,” tegasnya dilansir dari laman resmi KORPRI.

Dalam menghadapi dinamika politik tersebut, ia menekankan pentingnya prinsip good governance sebagai dasar dalam menjalankan pemerintahan.

“Kita harus terus menerus menegakkan good governance agar birokrasi tetap bersih, efisien, transparan, dan akuntabel. Hal ini bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang bersih, transparan, dan melayani masyarakat, mencegah korupsi, baik secara politik maupun administratif serta menjaga stabilitas dan pertumbuhan daerah secara berkelanjutan,” jelasnya.

Untuk menghindari praktik pergantian pejabat yang tidak adil, Prof. Zudan mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam menjaga stabilitas pemerintahan dengan beberapa langkah strategis.

“Mengawasi proses pergantian jabatan, yang harus dilakukan secara transparan dan adil, bukan berdasarkan kepentingan politik sesaat. Kemudian menjaga Kestabilan pemerintahan, pergantian pejabat tidak boleh sampai mengganggu jalannya pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Prof. Zudan, juga menghindari Konflik Kepentingan, harus menjauhkan diri dari intervensi politik dalam menentukan pejabat daerah. “Jangan sampai perubahan struktur hanya menguntungkan kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan profesionalisme dan meritokrasi,” tukasnya.

“Dengan adanya pengawasan ketat dan penerapan prinsip good governance, diharapkan bisa berjalan lancar tanpa adanya “tsunami politik” yang merusak birokrasi dan stabilitas pemerintahan daerah. Sanksi akan diberikan kepada kepala daerah yang melanggar,” tambah Prof. Zudan yang dikenal tegas dan disiplin.

Sementara itu, pelantikan Give Mose sebagai Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bitung, juga mendapat perhatian dari Prof. Zudan.

Prof. Zudan melalui pesan WhatsApp mempertanyakan sanksi atau hukuman disiplin yang telah dijatuhkan kepada 14 ASN Pemkot Bitung yang terbukti melanggar netralitas pada Pilkada 2024. “Kita cek dulu, hukumannya sudah selesai belum?,” singkatnya saat dikonfirmasi sejumlah awak media, Selasa (6/5/2025) lalu.

Diberitakan, Give bersama Rudy Wongkar (sebagai Kepala Dinas Perdagangan) dilantik berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bitung Nomor: 800.1.3.3/344/WK tentang Pengembalian Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan pemerintah Kota Bitung.

Pelantikan tersebut menindaklanjuti rekomendasi Kemendagri dan BKN, yang intinya, dikembalikan pada jabatan semula atau yang setara karena demosi empat tahun lalu.

Namun sangat disayangkan, pelantikan tersebut menuai kontroversi, karena diduga tanpa mempertimbangkan pelanggaran dari ASN tersebut, yang notabene juga merupakan rekomendasi dari markas besar kepegawaian, yakni BKN.

“Intinya harus ada efek jera, bukan diistimewakan. Apa karena mau balas budi ? atau karena orang dalam ?. Saya pastikan jika tidak ada penegakan hukuman disiplin terhadap ASN yang melanggar netralitas, kedepannya akan terjadi lebih hebat lagi peran ASN dalam kancah perpolitikan. Karena mereka menganggap yang penting ada berjuang. Semoga tidak akan terjadi, ASN adalah abdi pelayan masyarakat yang tentunya bekerja dengan profesional, berintegritas dan bertanggungjawab,” singkat salah satu aktivis, Rusdiyanto Makahinda.