BITUNG, BERITA ONLINE LOKAL – Pemilu dalam iklim demokrasi sejatinya bermakna pembebasan. Konstitusi menjamin setiap warga negara yang punya hak memilih bebas menentukan pilihan politiknya.
Pemilu adalah hajatan demokrasi yang semestinya membebaskan sekaligus menggembirakan rakyat. Akan aneh bila sebuah hajatan malah memunculkan rasa takut karena di dalam prosesnya penuh tekanan dan intimidasi.
Hal ini ditegaskan salah satu Praktisi Hukum Kota Bitung, Raden Y. S. Kumoro, S.H. saat bersua dengan awak media di salah satu rumah kopi, kecamatan Madidir, Senin (28/10/2024).
Menurutnya, di era reformasi seperti sekarang pun, praktik intimidasi tetap menjadi bumbu pahit masih saja menghantui. Hal ini serupa dengan politik uang dan pelanggaran netralitas, selalu muncul di setiap penyelenggaraan pemilu, bahkan hingga menjelang detik-detik pencoblosan.
“Akhir-akhir ini bisa kita liat pemberitaan di beberapa media, bahkan sudah menjadi konsumsi di masyarakat. Bahwa dugaan intimidasi terhadap salah satu Paslon Calon Wali Kota dan Wakil Walikota Bitung, dilakukan bahkan semakin terstruktur,” ucap Raden.
Pria yang berprofesi sebagai pengacara juga menuturkan, bahwa apapun bentuknya, intimidasi sangat berbahaya bagi demokrasi karena praktik itu akan menggerus kebebasan sipil.
“Mesti diingat bahwa kita tidak lagi hidup di era Orde Baru ketika penguasa memonopoli seluruh kebenaran. Mereka yang memiliki pilihan politik berbeda, tidak hanya mendapat intimidasi, tetapi teror dan bahkan siksaan. Kebebasan sipil tidak dihargai,” tegas Raden.
Kini, tambah Raden, kita hidup di zaman ketika semua elemen negeri bertekad mengoreksi berbagai kesalahan masa lalu. Sudah sepantasnya bila kita harus membuktikan mampu mempraktikkan demokrasi yang lebih baik.
“Mari sama-sama kita hormati kebebasan sipil. Hentikan segala bentuk tekanan dan intimidasi. Jangan rusak iklim demokrasi yang kita rebut dan perjuangkan dengan susah payah, dengan terus melanggengkan tindakan dengan cara-cara preman seperti itu,” pungkasnya.