BERITA ONLINE LOKAL, BITUNG – Diperiksanya Ketua DPK Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Kota Bitung Nabsar Badoa bisa dikatakan langkah awal Kejaksaan Negeri Bitung untuk mengungkap benang merah kasus dugaan penyalahgunaan bantuan pabrik es dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan RI Tahun 2002 di kelurahan Batu Putih.
Adapun pemanggilan Nabsar yang juga anggota DPRD Bitung melalui surat Nomor: B-01/ P.1.14/ Fd.1/ 12/ 2022 tanggal 04 Januari 2022, diduga punya keterlibatan terkait alat/mesin produksi pabrik es yang diakuisi atau dialihkan kepadanya sejak tahun 2010.
“Pada tahun 2010 saya diminta untuk mengelola mesin es batu dan cold storage, untuk mesin es balok pun sudah rusak dan sudah tidak bisa diperbaiki. Tapi mini cold storage sampai sekarang masih jalan dan saya gunakan pribadi bukan di pabrik,” bebernya saat ditemui awak media usai memberikan keterangan, Jumat (7/1/2022) lalu.
Mengurai Benang Kusut
Dugaan bantuan tersebut, diserahkan kepada salah satu kelompok yang notabene bukan bagian dari masyarakat Kelurahan Batu Putih serta peruntukannya bagi masyarakat nelayan.
Dari informasi sekitar tahun 2010, bantuan tersebut oleh pihak pertama, yang disinyalir bernama Christiano Kansil menyerahkan kepada pihak kedua atas nama Nabsar Badoa untuk melanjutkan operasional bantuan pabrik es tersebut.
Yang anehnya, kelanjutan operasional bukan di lokasi pabrik es sebagaimana ditetapkan untuk masyarakat Batu Putih, malah diduga mendarat ke kelurahan Madidir yang merupakan rumah dari Nabsar.
Tak hanya dua fasilitas penunjang bantuan pabrik es yakni mesin es dan mini coldstorage, dari penelusuran awak media juga terungkap fasilitas penunjang lainnya diduga sudah berpindah tangan diantaranya genset berukuran besar, alat cetakan es serta alat lainnya yang kini hanya menyisakan bangunan pabrik dengan kondisi memprihatinkan.
Padahal, menurut salah satu warga kelurahan Batu Putih Atas, Jefri Masala saat pabrik es tersebut beroperasi masyarakat sangat terbantukan.
“Waktu pabrik tersebut masih beroperasi, masyarakat Batu Putih khususnya nelayan sangat terbantu karena tidak sulit mencari es balok. Dan faktanya hingga hari ini pabrik vakum, fasilitas penunjangnya tidak tahu hilang entah kemana. Kami (nelayan) harus lari ke Bitung untuk membeli es balok dan pastinya biaya pun bertambah,” ungkapnya.
Lelaki yang berprofesi sebagai nelayan ini juga menumpahkan kekecawaannya. Bahkan mengaku heran dan tidak menyangka dengan hal ini. “Jika benar dinyatakan terbukti bersalah. Maka tak pantas lagi duduk di gedung kerucut. Bagaimana mau membawa aspirasi rakyat, kalau hak rakyat pun dirampok,” geramnya.
Terpisah, salah satu tokoh pemuda Kelurahan Batuputih Hendri Jack Palamia kepada awak media, mengapresiasi Kejari Bitung yang telah mengangkat dugaan kasus tersebut karena selama ini tak diketahui oleh masyarakat.
“Jujur kami tidak tau sama sekali, kalau pabrik es ini adalah bantuan Pemerintah. Kami baru mengetahui ketika pemberitaan ini viral di media sosial,” ucapnya.
Dirinya pun secara lantang menyatakan dukungan kepada jajaran Kejaksaan Negeri Bitung terkait dengan pengembangan serta pemeriksaan atas dugaan penyalahgunaan bantuan di Batu Putih. “Intinya, kami sangat mendukung langkah Kejari,” ujarnya.
Jack juga menuturkan, seharusnya pihak pengelola wajib memberikan informasi ataupun sosialisasi kepada masyarakat, ketika ada kendala operasional pabrik es tersebut.
“Mereka lebih mengerti tentang aturan dan mekanisme atas bantuan tersebut. Tapi sangat disayangkan kami tak pernah tahu kalau ternyata sejumlah fasilitas pendukung operasional pabrik tersebut bermasalah. Kami menduga ada faktor sengaja untuk mencari keuntungan lain mengatasnamakan masyarakat Batu Putih,” sesalnya.
“Tentunya, kami sangat berharap Kejaksaan Negeri Bitung bisa mengungkap siapa dalang di balik dugaan kasus tersebut,” tambah Jack.
Sementara itu, menanggapi hal ini, Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Bitung, Mohammad Nabil Baso menyatakan ada dua sanksi yang layak diberikan ke Nabsar Badoa jika terbukti bersalah.
Selain sanksi hukum atas dugaan penyalahgunaan bantuan dari Kementerian Perindustrian Perdagangan Republik Indonesia, pemecatan sebagai kader Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), menurut Nabil, patut dilakukan partai.
“Dua sanksi itu layak disandang Nabsar jika kelak terbukti menyalahgunakan bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat pesisir di Kelurahan Batuputuh Atas Kecamatan Ranowulu,” ucapnya, Sabtu (15/1/2022).
Soal sanksi hukum, Nabil mengaku sangat percaya Kejari Bitung mampu mengungkap seperti apa keterlibatan Ketua DPK PKP Kota Bitung ini.
“Biarkan Kejaksaan bekerja, dan kami sangat percaya Pak Frenkie Son akan mengusut tuntas kasus itu hingga penetapan tersangka seperti kasus lainnya,” imbuhnya.
Terkait sanksi pemecatan sebagai kader, pemuda berambut keriting lebat ini berharap pengurus PKP tingkat provinsi dan pusat mengambil langkah cepat.
Mengingat kata dia, posisi yang dipegang Nabsar saat ini adalah posisi strategis yakni Ketua DPK PKP Kota Bitung yang harus dijaga demi menjaga citra partai jelang 2024.
“Jika DPP dan DPN PKP jeli, maka harus mengambil langkah cepat menonaktifkan Nabsar sebagai Ketua DPK sambil menunggu proses dan putusan hukum. Ingat, saat ini semua partai berlomba-lomba menaikkan dan menjaga elektabilitas jelang 2024,” pungkasnya.
Jika tidak, maka kata dia, elektabilitas PKP akan terus merosot, apalagi kasus yang melilit Nabsar adalah dugaan penyalahgunaan bantuan untuk masyarakat di Kelurahan Batuputih Atas.
“Kalau tidak ada tindakan dari partai maka keberpihakan PKP terhadap masyarakat patut dipertanyakan. Minimal sanksi penonaktifan sementara agar masyarakat tidak salah kaprah,” tandas Nabil.
Apresiasi dan dukungan masyarakat kepada Kejaksaan Negeri Bitung terus mengalir. Pasalnya, bantuan pabrik es di kelurahan Batu Putih dari pemerintah pusat yang sudah berlalu 20 tahun, kini diungkap barisan Korps Adhyaksa Bitung.