Peliput : Andika Janis
BERITA ONLINE LOKAL, SANGIHE – Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan RI, nomor 734/Menhut/II/Tahun 2014 menyatakan bahwa Sahendarumang II dengan luas 3.487.82 hektar ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung. Ada 10 burung endemik Sangihe atau jenis burung yang tidak ada dibelahan bumi lain, hanya ada di Kabupaten Sangihe. Namun dengan masuknya Sahendarumang menjadi area pertambangan, dinilai dapat mengancam habitat dari 10 jenis burung ini.
Direktur Perkumpulan Sampiri Samsared Barahama mengatakan, bahwa jika kawasan hutan lindung ini masuk dalam area pertambangan, maka sangat jelas aktivitas tambang akan merusak ekosistem pada hutan lindung.
“Dimana kawasan ini merupakan habitat bagi 10 jenis burung endemik Sangihe dan empat di antaranya terancam punah. Kawasan ini juga menjadi pemasok air bersih yang menjadi kebutuhan masyarakat, dimana kurang lebih 70 sungai yang mengalir dari mata air di kawasan ini,” ujar pria yang akrab disapa Sasa ini, usai kegiatan deklarasi penolakan PT. TMS.
Selain itu, kawasan ini juga menjadi pengatur iklim mikro, menjadi dapur produksi udara bersih dan menjadi salah satu kawasan pertanian yang memasok bahan pertanian di Sangihe.
“Serta menjadi salah satu jembatan migrasi bagi burung-burung yang terbang dari utara ke selatan atau sebaliknya, dimana berdasarkan data dari Survey Burung Indonesia tahun 2020 ada 32 jenis burung migrasi yang singgah di kawasan ini,” jelas dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan izin pertambangan jelas menabrak sejumlah regulasi yang sudah ditetapkan sebelumnya diantaranya, tentang undang-undang Kehutanan, Konservasi Sumber Daya Alam serta surat keputusan Menteri Kehutanan.
“Tidak hanya kawasan hutan lindung Sandarumang II yang terancam oleh aktivitas pertambangan namun juga kawasan hutan lindung Mangrove,” ujarnya.
Dia menambahkan selain akan merusak ekosistem kawasan hutan lindung, dampak akan yang akan dirasakan oleh masyarakat yakni hilangnya kawasan pertanian yang berada di kawasan tersebut sehingga akan terjadi krisis pangan dimana daerah ini menjadi pemasok pangan yang ada di Sangihe.
“Selain melakukan konservasi terhadap satwa dan hutan kegiatan Perkumpulan Sampiri juga melakukan pendekatan pendidikan pertanian organik sebagai upaya mengurangi tekanan perambahan terhadap kawasan hutan sehingga kegiatan ini masif dilakukan di daerah yang masuk dalam kawasan hutan lindung,” ungkapnya.