Peliput: RONNIE ASSA
MINUT, BERITA ONLINE LOKAL -Tulude berasal dari bahasa Sangihe dari kata “Manulude” yang artinya “menolak”. Saat itu sebuah perahu kecil terbuat dari kayu (tatolang) ditolak/dilepaskan ke tengah laut yang disertai dengan kata-kata atau ucapan bahwa segala sesuatu yang buruk telah dilepaskan ke tengah laut dan telah meninggalkan kehidupan manusia, dengan kata lain yaitu sebagai penolak bala. Masyarakat etnis Sangihe dan Talaud dan Sitaro bukan hanya merayakan upacara ini di daerah mereka, akan tetapi sampai di daerah-daerah perantauan, termasuk Masyarakat Desa Budo yang mengadakan pesta adat Tulude budaya peninggalan leluhur mereka. Maksud dan tujuan pelaksanaan upacara ini yaitu sebagai media bersyukur pada Tuhan YME atas anugerah kehidupan di tahun yang lalu dan menerima kehidupan di tahun yang baru serta selalu diridhoi Tuhan. Sabtu (27/01/2024)
Hal ini terlihat saat prosesi pemotongan kue adat tamo yang didahului dengan Manahulending yakni doa yang mengandung; Uwuse, yaitu pemulih, penawar kesalahan dan kekeliruan. Hiwusala, permohonan kepada Gengghona untuk pemulihan doa yang dibuat sepanjang tahun. Sashige Lawe, usaha menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Pananggung/Pangumbahase, yaitu doa permohonan ketangguhan menghadapi segala cobaan yang datang mengganggu perjalanan hidup di tahun yang baru. Dan, Somahe, yaitu permohonan kekuatan untuk dipakai dalam berusaha, sekaligus mohon penyertaan Tuhan untuk memberkati usaha yang dikerjakan, sehingga mendatangkan berkat.
Bupati Joune J.E. Ganda SE MM MAP M.Si yang diwakili oleh Asisten I Umbase Mayuntu mengatakan, Tulude adalah upacara yang ditujukan untuk menyembah Tuhan dan bersyukur.
“Lewat pesta adat Tulude juga kita dapat membangun persatuan dan kesatuan. Amat terlebih beberapa hari kedepan kita akan menghadapi agenda nasional yaitu pemiihan anggota legilatif DPRD Kabupaten, DPRD Sulut, DPD, DPR RI dan Presiden dan Wakil Presiden,” tukas Mayuntu.
Lanjut dikatakan Mayuntu, atas nama Bupati mengajak seluruh masyarakat Minut untuk tetap memelihara keamanan dan ketertiban dalam menghadapi pesta demokrasi pilcaleg dan pilpres.
“Sukseskan pemilu dengan aman dan damai. Berbeda pilihan itu biasa jangan sampai terjadi saudara atau tetangga saling bermusuhan karena berbeda pilihan,” pesan Mayuntu seraya mengapresiasi Pemdes Budo yang sudah melaksanakan Pesta Adat Tulude yang merupakan adat budaya etnis Nusa Utara.
Kesempatan yang sama, Camat Wori, Endru Palandung SE M.Si berterima kasih kepada Pemdes Budo yang dipimpin oleh Hukum Tua Lisbet Lintogaring yang telah melaksanakan Pesta Adat Tulude.
“Ini adalah kepedulian pemdes dan masyarakat dalam melestarikan kekayaan budaya etnis Sangihe Talaud,” ujar Palandung.
Sementara itu Hukum Tua Desa Budo Lisbeth Lintogaring menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada Pemkab Minut atas atensi yang luar biasa melalui kehadiran para pejabat Pemkab Minut.
“Ini adalah pelaksanaan Tulude yang kedua saat saya memimpin desa ini. Kami bersyukur acara yang sarat dengan doa ini dapat terlaksana. Semoga pemerintah dan masyarakat Desa Budo selalu diberkati di tahun berjalan ini,” ungkap Hukum Tua Desa Budo Lintogaring.
Hadir dalam acara pesta adat Tulude ini, Anggota Dewan Sulut Berty Kapojos, Komandan Satdik 4 TNI AL Manado di Likupang Kol, Mar. Hendy Dwi Bayu Ardianto, Kadis PMD Minut Fredrik Tulengkey SH, Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Femmy Pangkerego M.Pd ME. Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan Wori, Sekcam Wori Oktavianus Mayuntu dan Caleg DPRD Provinsi Sulut dari Partai Golkar, Andhika Santiago Yahya Baramuli LLB, Hons MSC, para mahasiswa dari Politeknik Negeri Manado dan Mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Nusantara dari Medan Sumatera Utara.
Ketua Panitia pergelaran adat Tulude tahun 2024, Fecky Singah, S.Pd, acara sakral dan religi ini dilakukan oleh masyarakat desa Budo setiap tahun, dilengkapi Mayore labo atau pemotong kue tamo , Sebagai ketua adat pemotongan kue adat tamo, dimana memiliki makna permohonan penyertaan Genggona langi Duatang Saruluang untuk kehidupan dimasa mendatang.
“Pesta adat Tulude ini adalah wujud syukur kepada Tuhan semesta alam melalui ungkapan Doa dan Karya seni. Dan juga sebagai Wahana introspeksi diri dalam pengakuan iman yang dinyatakan dengan kerendahan hati dihadapan Genggona langi Duatang Saruluang,” ucap Fecky Singah, S.Pd