Bawaslu Sangihe Imbau Pj Bupati Tidak Lakukan Mutasi Pejabat Sebelum Penetapan Calon

BERITA ONLINE LOKAL, SANGIHE – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Sangihe mengimbau kepada Penjabat (Pj) Bupati Kepulauan Sangihe untuk tidak melakukan mutasi pejabat yang ada di lingkup Pemkab Sangihe dalam kurun waktu enam bulan sebelum adanya penetapan pasangan calon.

Diuraikan Ketua Bawaslu Kabupaten Sangihe, Edmon Dolongseda, dalam surat imbauan dengan nomor : 106/PM.00.02/K.SA/4/2024, menjadi salah satu poin dijelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 2020 pasal 71 ayat 2 dan 4 bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang Melakukan Penggantian Pejabat 6 Bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Dan dalam ayat 4 ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sampai dengan ayat 3 berlaku juga untuk Pejabat Gubernur atau Pejabat Bupati/Walikota.

”Terkait larangan penggantian atau rotasi pejabat ini, maka kami Bawaslu Sangihe telah melayangkan surat imbauan ke Penjabat Bupati kepulauan Sangihe pada tanggal 2 April 2024. Larangan mutasi ini terhitung sejak tanggal 22 Maret 2024 sampai pada penetapan pasangan calon,” ungkap Dolongseda.

Dijelaskan Dolongseda, mengenai tahapan dan jadwal penetapan pasangan calon yaitu pada tanggal 22 September 2024, tahapan dan jadwal tersebut berdasar pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang tahapan dan jadwal Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024.
“Penetapan pasangan calon Kepala Daerah dilaksanakan pada tanggal 22 September 2024, artinya jika Kepala Daerah atau Pj Bupati melakukan mutasi pejabat setelah 22 Maret 2024, harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri,” tegas dia.

Lanjut dia, mengenai ketentuan pidana Pemilu melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, maka akan dikenakan sanksi pidana dan denda.

“Sesuai dengan Pasal 190 menjelaskan bahwa pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6.000.000,” pungkas Dolongseda.